Jenis-jenis Kultur Jaringan Tanaman

Jenis-jenis kultur jaringan tanaman
  1. Kultur Embrion
  2. Kultur Organ
  3. Kultur kasus
  4. Kultur protoplasma
  5. Kultur Haploid
Berikut penjelasannya secara lengkap: 

A. Kultur Embrion

Kultur embrio merupakan teknik kultur jaringan menggunakan eksplan yang berasal dari embrio muda (immature embrio) dan embrio dewasa (mature embrio). Tujuan dari kultur embrio ini adalah untuk mendapatkan tanaman yang viabel.
Jenis-jenis Kultur Jaringan Tanaman
Jenis kultur
Teknik ini telah digunakan untuk sejumlah tanaman dengan berbagai tujuan seperti penyelamatan embrio setelah persilangan intergenerik, mempercepat siklus pemuliaan melalui kultur jaringan bagi embrio yang lambat berkembang, pematahan dormansi bagi biji-biji yang sulit berkecambah dan mendapatkan tanaman yang viabel setelah persilangan sendiri.

Kultur embrio ini memiliki peranan penting dalam program pemuliaan tanaman. Kultur embrio dapat berfungsi sebagai pencegah keguguran (embrio rescue) dan juga untuk merangsang perkecambahan (embrio culture). Sebagai contoh persilangan buatan antara tanaman induk (P) untuk menghasilkan hibrid baru.
Persilangan buatan lebih mudah berhasil bila dilakukan antar tanaman dengan hubungan kekerabatan yang dekat. Biasanya penyilangan ini dilakukan dengan tumbuhan liar atau bahkan persilangan dilakukan dengan varietas yang berbeda pula, jika sifat-sifat tersebut tidak ada atau tidak terdapat pada kerabat dekatnya untuk memperolah bibit unggul dengan sifat yang diinginkan. 

Permasalahan yang biasa terjadi setelah persilangan buatan berhasil adalah buah yang biasa terbentuk gugur ketika embrio yang belum matang dengan buah dengan endosperm yang kecil atau memiliki embrio yang kecil dan lemah sehingga tidak dapat berkecambah secara normal dalam kondisi biasa.

Dengan kultur embrio, permasalahan tersebut dapat diatasi.  Teknik kultur embrio
menggunakan media buatan yang dilakukan dapat memicu berkecambah dan menghasilkan tanaman utuh sehingga dapat mencegah keguguran.

B. Kultur Organ

Kultur organ lebih dikenal sebagai kultur yang berasal dari bagian tanaman tertentu. Bagian tanaman yang dipakai biasanya berupa jaringan meristem tanaman, helai daun, tuber rhizogenum, pucuk kormus, tuber caulogenum, ruas batang muda dan akar.

Selain itu, perbanyakan dengan kultur organ dapat dilakukan pada waktu yang singkat dibandingkan dengan perbanyakan tanaman dengan cara konvensional. teknik kultur organ ini dapat menghasilkan tanaman baru dalam jumlah yang besar yang memiliki sifat genetik yang sama dengan tanaman induknya.

Teknik kultur organ yang popular digunakan yaitu kultur jaringan meristem. Sel-sel yang bersifat meristematik dicirikan dengan sifatnya yang selalu membelah, selnya berukuran kecil tetapi inti selnya relatip besar, penuh plasma, vacuola kecil-kecil, dinding sel tipis terdiri dari dinding primitip yang berupa selulosa microfibril. Bagian tanaman yang bersifat meristematik antara lain terdapat pada ujung (kuncup) batang atau akar, dikenal dengan nama meristem apikal, pada batang disebut shoot apical meristem sedangkan meristem yang terdapat pada kuncup diketiak daun disebut meristem aksiler.

Kultur meristem merupakan teknik kultur yang menggunakan jaringan meristem atau ujung tunas (shoottips) sebagai eksplan. Tujuan dari kultur meristem biasanya untuk menghasilkan tanaman yang bebas virus, atau untuk konservasi plasma nutfah (kriopreservasi). Teknik kultur meristem yang mungkin paling banyak digunakan adalah untuk tujuan memproduksi hon-klon secara cepat. Teknik kultur meristem telah digunakan untuk berbagai species tanaman, antara lain pisang, kentang, sawit, eukaliptus, krisan, dan stroberi. Penggunaan kultur meristem yang tidak kalah penting adalah produksi tanaman bebas virus, seperti pada tanaman kentang, tebu, dan anggrek.

C. Kultur Kalus

Kultur kalus (callus culture) merupakan teknik kultur jaringan yang menggunakan sekumpulan sel yang tidak terorganisir yang berasal dari berbagai eksplan awal.

Secara teoritis kalus diinduksi dari eksplan organ tanaman yang mengalami pelukaan. Ketika organ tanaman mengalami gangguan fisik atau pelukaan maka respon perbaikan diinduksi pada bagian yang mengalami pelukaan. Respon ini bersam-sama dengan induksi pembelahan sel-sel utuh yang berada di dekat pelukaan untuk menutup pelukaan. 

Tetapi jika pelukaan tersebut diikuti dengan kultur aseptis pada medium tumbuh tertentu maka respon awal pembelahan dapat distimulasi dan diinduksi untuk berlanjut secara terus-menerus melalui pengaruh eksogen senyawa-senyawa kimia tertentu yang ditambahkan pada medium. Hasilnya yaitu massa sel yang membelah secara terus menerus tanpa diferensiasi dan organisasi tertentu. Massa agregate sel yang telah mengalami proliferasi terus-menerus dan disebut juga kalus.

Kalus umumnya ditumbuhkan pada medium yang dipadatkan dengan bahan pemadat seperti agar, gelrite dan agarose di cawan petri, tabung reaksi kaca, botol kaca atau Erlenmeyer berleher lebar. Induksi pada media tersebut menghasilkan variasi morfologi kalus yang beragam. Kegeragaman morfologi kalus tergantung jenis eksplan dan spesies tetapi dapat diubah melalui modifikasi zat pengatur tumbuh yang ditambahkan di medium. Secara morfolog, variasi bentuk kalus terdiri atas:

a. Kalus Kompak

struktur morfologi kalus kompak ini yaitu tekstur keras dan bentuk tampak seragam/kompak, berwarna hijau atau hijau terang dimana antar sel mempunyai kontak yang sangat kuat dan ekstensif

b. Kalus Friable

kalus friable memiliki struktur morfologi yang tersusun dari aggregate sel-sel berukuran kecil yang kurang berasosiasi dengan kuat, warna kalus kecoklatan atau krem.

Kultur kalus bertujuan untuk mendapatkan tanaman yang "baru" (diperbaiki sifatnya) atau untuk mendapatkan produk sekunder tanaman. Teknik kultur kalus telah digunakan untuk berbagai tujuan, seperti menghasilkan varian genetik yang berguna, penyaringan sel-sel secara in vitro bagi tipe-tipe yang memiliki karakter berguna dan memproduksi produk kimia yang berguna. Salah satu teknik kultur kalus yang umum digunakan adalah untuk memperoleh keragaman somaklonal dan seleksi in vitro galur-galur sel terhadap cekaman kekeringan, garam, herbisida, patogen, atau virus.

D. Kultur Sel/Protoplasma

Kultur protoplasma adalah kultur yang berasal dari sel-sel muda yang dikultur dalam media cair kemudian dihilangkan dinding selnya dengan menggunakan enzim. Protoplasma kemudian dibiarkan membelah diri dan membentuk dinding kembali pada media padat.

Protoplas pada dasarnya adalah sel hidup dikurangi dinding selnya atau sering disebut sebagai sel telanjang dan sebagai satu-satunya pembatas adalah membran plasma. Sel yang sudah kehilangan dinding selnya akan menghadapi perubahan tekanan osmotik yang sangat drastis dan berbeda dengan lingkungannya semula. Tekanan osmotik yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat merusakkan viabilitas protoplas, namun pada lingkungan dengan tekanan osmotik yang cocok dapat memelihara kestabilan protoplas lebih lama. Dinding sel yang harus dihilangkan pada isolasi protoplas terdiri dari suatu senyawa yang komplek.

Struktur utamanya berupa selulose dan hemiselulose dengan substansi pektat sebagai bahan pengikat antar sel tanaman.

Eksplan yang dapat digunakan untuk kultur protoplas adalah semua bagian tanaman yang masih muda seperti akar, daun, nodul akar, koleoptil, kultur kalus dan daun in Vitro. Kultur protoplas bertujuan untuk memodifikasi genetik sel. Perbedaan kultur protoplas dengan kultur biasa adalah tidak adanya dinding sel. Jika kultur meristem berbentuk kalus atau planlet baru, maka kulur protoplas ini berbentuk koloni atau berbentk mikrokalus. 

Untuk membuat kultur protoplas dinding sel tumbuhan perlu dihilangkan. Proses pengambilan protoplas dan memisahkannya dari dinding sel disebut isolasi protoplas. Isolasi protoplas pertama kali dilakukan oleh Klercher pada tahun 1892. Isolasi protoplas pada umumnya dilakukan secara enzimatis. Jenis dan konsentrasi enzim sangat bervariasi seperti selulase R-lO, pektiolase Y23, pektinase, maserosim, dan hemiselulosa. Fungsi dari dinding sel selain sebagai pemisah antara sel dan bagian luar juga sebagai pelindung. Dengan hilangnya pelindung sel maka sel aka lebih mudah diberikan perlakuan.

Tujuan dari pembuatan kultur protoplas ini umumnya untuk pemuliaan. Salah satu perlakuan yang dapat dilakukan pada kultur protoplas adalah fusi protoplas. Dengan demikian dapat dihasilkan tanaman dengan sifat sifat genetic yang diinginkan. Fusi protoplas dapat dilakukan secara kimiawi dan fisik. Secara kimiawi, umumnya digunakan polietilen glikol (PEG). PEG berfungsi sebagai bulking agent, yaitu sebagai jembatan antar protoplas yang mirip fungsinya dengan plasmodesmata. Terjadinya fusi semakin besar pada saat proses penghilangan PEG, yaitu pada saat pencucian.

Dalam hal ini, keberhasilan fusi sangat dipengaruhi oleh konsentrasi PEG yang digunakan, masa inkubasi dalam larutan PEG, dan jumlah kerapatan protoplas yang akan difusikan. Keuntungan fusi protoplas dengan PEG antara lain dapat dilakukan dengan peralatan sederhana. Secara fisik, fusi dilakukan dengan menggunakan aliran listrik pada alat yang dilengkapi dengan generator AC dan DC. Generator AC berfungsi untuk membuat protoplas berjajar membentuk rantai lurus, selanjutnya pulsa DC pada tegangan tertentu dapat menginduksi terjadinya fusi karena pulsa DC dapat membuat celah yang dapat balik sehingga protoplas dapat berfusi.

Fusi protoplas dapat dilakukan dengan cara menggabungkan seluruh genom dari spesies yang sama (intra-spesies), atau antarspesies dari genus yang sama (interspesies), atau antargenus dari satu famili (inter-genus). Penggunaan fusi protoplas memungkinkan diperolehnya hibrida-hibrida dengan tingkat heterosigositas yang tinggi walaupun tingkat keberhasilannya sangat ditentukan oleh genotipenya.

Teknologi fusi protoplas juga dapat dilakukan untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu seperti sifat ketahanan terhadap hama dan penyakit serta cekaman abiotic. Dengan demikian, tanaman hasil fusi dapat berupa tanaman dengan sifat-sifat gabungan dari kedua tetuanya termasuk sifatsifat yang tidak diharapkan terutama berasal dari spesies liar.

E. Kultur Haploid

Kultur haploid merupakan kultur yang berasal dari bagian reproduktif tanaman yaitu kepala sari atau tepung sari. Dari kultur tersebut diharapkan dapat tumbuh dan beregenerasi menjadi tanaman haploid. Apabila secara khusus yang dipakai sebagai bahan awal adalah serbuk sari maka kultur sering disebut kultur mikrospora. Sedangkan kultur anter berasal dari kepala sari. Tanaman haploid dapat dikembangkan dengan teknik kultur in vitro mikrospora dan anter.

Teknik kultur mikrospora berbeda denrekombinan. anter. Kultur anter menggunakan antersebagai eksplan kemudian ditanam pada medium padat. Pada kultur mikrospora, eksplan yang digunakan adalah serbuk sari muda atau yang biasa disebut dengan mikrospora dengan teknik memecah anter terlebih dulu kemudian mikrospora ditanam pada medium cair. Kultur mikrospora memiliki keunggulan dibanding kultur anter. Kultur mikrospora menghasilkan jumlah embrio yang banyak.

Produksi haploid dan double haploid yang dihasilkan dari kultur mikrospora dapat dimanfaatkan sebagai model sistem proses embriogenesis dan target manipulasi genetik seperti mutasi, seleksi in vitro dan transformasi. Selain itu, kultur mikrospora merupakan teknologi yang eflsien untuk memproduksi tanaman homozigot.

Tanaman homozigot digunakan sebagai tetua dalam memproduksi hibrida F1 dengan meningkatkan efisien seleksi untuk rekombinan genetic. Kultur mikrospora menghasilkan embrio yang bersifat haploid dan juga secara spontan dapat menjadi tanaman double haploid.

Tanaman haploid adalah tanaman yang mempunyai kromosom dengan jumlah separuh dari jumlah kromosom tanaman normal. Tanaman haploid sangat penting dalam pemuliaan tanaman yaitu untuk mendapatkan tanaman homozigot atau galur murni.

Haploid adalah penyebutan yang umum untuk tanaman sporoflt yang mengandung gametik jumlah kromosom (n). Pada jenis tanaman sporofit diploid (2n), haploid dapat disebut sebagai monoploid (x) karena hanya memiliki satu set kromosom. Pada spesies poliploid. haploid (n) memiliki lebih dari satu set kromosom (polyhaploid). Tanaman haploid dari autotetraploid (4x) dengan 4 set dari satu genom disebut dihaploid (2n=2x). 

Apabila tanaman haploid jumlah kromosomnya menjadi ganda maka disebut double haploid dan bukan diploid. tanaman dihaploid merupakan galur yang tidak homozigot karena memiliki dua set kromosom dari empat set autotetraploid. Double haploid dari monoploid atau allohaploid merupakan galur yang homozigot.

Tanaman haploid dapat terjadi secara alami dan buatan. Cara alami dapat terjadi melalui penyerbukan sendiri namun frekuensinya rendah. Dalam pemuliaan tanaman, tanaman haploid set kromosomnya dapat digandakan dan diperoleh tanaman yang homozigot sempurna. Untuk menggandakan sesuai dengan sifat yang diinginkan perlu mengubah tanaman haploid menjadi homozigot double haploid dengan kultur mikrospora.


LihatTutupKomentar